BAB
I
Pendahuluan
Ditetapkannya UU
tentang Desa Nomor 6 tahun 2014 diharapkan dapat
membawa
paradigma baru dalam pembangunan, mampu mengubah cara
pandang
pembangunan, bahwa kesejahteraan dan kemakmuran ekonomi tidak
selamanya berada
di kota atau perkotaan, tetapi dalam membangun Indonesia
haruslah dimulai
dari Desa.
ISI
Desa menjadi
bagian terdepan dari upaya gerakan pembangunan yang berasal
dari prakarsa
masyarakat, guna mencapai kesejahteraan dan kemakmuran,
sekaligus
berkeadilan dan berkesinambungan. Pengaturan tentang Desa didasarkan pada
amanat UUD 1945 Pasal 18B
Ayat (2) yang
berbunyi “Negara mengakui dan menghormati kesatuankesatuan
masyarakat
hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya
sepanjang
masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat
dan
prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam
undang-undang”.
Mengacu kepada rumusan Pasal 18B ayat (2) maka RUU tentang Desa
memberikan
pengakuan terhadap kesatuan masyarakat hukum adat sebagai
Desa atau yang
disebut dengan nama lain yang telah ada sebelum Negara
Kesatuan
Republik Indonesia terbentuk.
Sebagai bukti
keberadaanya, Penjelasan Pasal 18 Undang-Undang Dasar
Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 (sebelum perubahan) menyebutkan
bahwa “Dalam
territori Negara Indonesia terdapat lebih kurang 250
“Zelfbesturende
landschappen” dan “Volksgemeenschappen”.
Melalui
keberadaan desa yang menjadi bagian dari wilayah Pemerintahan
Daerah
Kabupaten/Kota, maka Desa melaksanakan fungsi pemerintahan
dengan mengacu
pada ketentuan Pasal 18 ayat (7) bahwa Desa
melaksanakan
fungsi pemerintahan, baik berdasarkan kewenangan asli yang
dimiliki oleh
Desa, maupun kewenangan yang ditugaskan oleh Pemerintah,
Pemerintah
Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten/kota. Dengan demikian, Undang-Undang ini
disusun dengan semangat penerapan
amanat
konstitusi, yaitu pengaturan masyarakat hukum adat sesuai dengan
ketentuan Pasal
18B ayat (2) dan Pasal 18 ayat (7), dengan konstruksi
menggabungkan
fungsi self-governing community dengan local self government,
sedemikian rupa,
sehingga landasan konstitusional ini akan menjadi dasar yang
kokoh bagi masa
depan desa di Indonesia. Membangun Desa Membangun
Negara. UU Desa
ini adalah dalam konteks pengaturan desa azas-asas yang diaktulisasikan, yaitu
:
rekognisi;
subsidiaritas;
keberagaman;
kebersamaan;
kegotongroyongan;
kekeluargaan;
musyawarah;
demokrasi;
kemandirian;
partisipasi;
kesetaraan;
pemberdayaan; dan
keberlanjutan.
Desa
berkedudukan di wilayah kabupaten/kota dan diakui keberadaan Desa
Adat dan Desa.
Desa Adat pada prinsipnya merupakan warisan organisasi
kepemerintahan
masyarakat lokal yang dipelihara secara turun-temurun yang
tetap diakui dan
diperjuangkan oleh pemimpin dan masyarakat Desa Adat agar
dapat berfungsi
mengembangkan kesejahteraan dan identitas sosial budaya
lokal. Desa Adat
memiliki hak asal usul yang lebih dominan daripada hak asal
usul Desa sejak
Desa Adat itu lahir sebagai komunitas asli yang ada di tengah
masyarakat. Desa
Adat adalah sebuah kesatuan masyarakat hukum adat yang
secara historis
mempunyai batas wilayah dan identitas budaya yang terbentuk
atas dasar
teritorial yang berwenang mengatur dan mengurus kepentingan
masyarakat Desa
berdasarkan hak asal usul.
Kewenangan Desa
meliputi kewenangan di bidang penyelenggaraan Pemerintahan
Desa,
pelaksanaan Pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan
pemberdayaan
masyarakat Desa berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul,
dan adat
istiadat Desa. Kewenangan Desa tersebut meliputi:
a. kewenangan
berdasarkan hak asal usul;
b. kewenangan
lokal berskala Desa;
c. kewenangan
yang ditugaskan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah
Provinsi, atau
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota; dan
d. kewenangan
lain yang ditugaskan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah
Provinsi, atau
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
1. Pembangunan
Desa
Pembangunan Desa
bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat
Desa dan
kualitas hidup manusia serta penanggulangan kemiskinan melalui
penyediaan
pemenuhan kebutuhan dasar, pembangunan sarana dan
prasarana,
pengembangan potensi ekonomi lokal, serta pemanfaatan
sumber daya alam
dan lingkungan secara berkelanjutan. Untuk itu, Undang-
Undang ini
menggunakan 2 (dua) pendekatan, yaitu ‘Desa membangun’ dan
‘membangun Desa’
yang diintegrasikan dalam perencanaan Pembangunan
Desa.
Perencanaan Pembangunan Desa diselenggarakan dengan
mengikutsertakan
masyarakat Desa melalui Musyawarah Perencanaan
Pembangunan
Desa. Musyawarah Perencanaan Pembangunan Desa
menetapkan
prioritas, program, kegiatan, dan kebutuhan Pembangunan
Desa yang
didanai oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa, swadaya
masyarakat Desa,
dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten/Kota berdasarkan
penilaian terhadap kebutuhan masyarakat
Desa.
Pembangunan Desa dilaksanakan oleh Pemerintah Desa dan masyarakat
Desa dengan
semangat gotong royong serta memanfaatkan kearifan lokal
dan sumber daya
alam Desa. Pelaksanaan program sektor yang masuk ke
Desa
diinformasikan kepada Pemerintah Desa dan diintegrasikan dengan
rencana
Pembangunan Desa. Masyarakat Desa berhak mendapatkan
informasi dan
melakukan pemantauan mengenai rencana dan pelaksanaan
Pembangunan
Desa.
Sejalan dengan
tuntutan dan dinamika pembangunan bangsa, perlu
dilakukan
pembangunan Kawasan Perdesaan. Pembangunan Kawasan
Perdesaan
merupakan perpaduan pembangunan antar-Desa dalam satu
Kabupaten/Kota
sebagai upaya mempercepat dan meningkatkan kualitas
pelayanan,
pembangunan, dan pemberdayaan masyarakat Desa di Kawasan
Perdesaan
melalui pendekatan pembangunan partisipatif. Oleh karena itu,
rancangan pembangunan
Kawasan Perdesaan dibahas bersama oleh
Pemerintah,
Pemerintah Daerah Provinsi, Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota,
dan Pemerintah Desa. 2. Keuangan Desa
Salah satu
substansi penting yang tertuang dalam UU tentang Desa adalah
pengaturan
tentang Keuangan Desa, sebagaimana tertuang dalam Pasal 72
UU Desa, bahwa
Desa mempunyai sumber pendapatan yang terdiri dari :
a. pendapatan
asli Desa,
b. alokasi
anggaran APBN
c. bagi hasil
pajak daerah dan retribusi daerah Kabupaten/Kota;
d. alokasi dana
desa yang merupakan bagian dari dana perimbangan
keuangan pusat
dan daerah yang diterima oleh Kabupaten/Kota,
e. bantuan
keuangan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
(APBD) Provinsi
dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
Kabupaten/Kota,
f. hibah dan
sumbangan yang tidak mengikat dari pihak ketiga, serta
g. Lain-lain
pendapatan desa yang sah.
Khusus point b, alokasi
anggaran yang berasal dari APBN, bersumber
dari Belanja
Pusat dengan mengefektifkan program yang berbasis
Desa secara
merata dan berkeadilan, yang didalam Penjelasan Pasal
dijelaskan bahwa
besaran alokasi anggaran yang peruntukannya
langsung ke Desa
ditentukan 10% (sepuluh perseratus) dari dan di luar
dana Transfer
Daerah (on top) secara bertahap. Anggaran tersebut
dihitung
berdasarkan jumlah Desa dan dialokasikan dengan memperhatikan
jumlah penduduk,
angka kemiskinan, luas wilayah, dan tingkat kesulitan
geografis dalam
rangka meningkatkan kesejahteraan dan pemerataan
pembangunan
Desa.
Bagi
kabupaten/kota yang tidak memberikan alokasi dana desa tersebut,
pemerintah dapat
melakukan penundaan dan/atau pemotongan sebesar
alokasi dana
perimbangan setelah dikurangi Dana Alokasi Khusus yang
seharusnya
disalurkan ke Desa.
Pengaturan
tentang keuangan Desa dalam UU Desa jelas telah memberikan
ruang yang sangat
besar terhadap upaya peningkatan pembangunan
ekonomi desa
guna mencapai peningkatan kesejahteraan rakyat. Tantangan
yang muncul
justru dari pengelola keuangan yang menuntut pengelolaan
keuangan yang
memiliki akuntabilitas dan transparansi agar dukungan
keuangan dari
Pemerintah Ini dapat meningkatkan sektor ekonomi dalam
pembangunan
Desa.
3. Badan Usaha
Milik Desa
Selanjutnya, UU
tentang Desa mengatur mengenai Badan Usaha Milik Desa,
(Pasal 87) yaitu
badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya
dimiliki oleh
Desa melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari
kekayaan Desa
yang dipisahkan guna mengelola aset, jasa pelayanan, dan
usaha lainnya
untuk sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat Desa.
BUM Desa
dibentuk oleh Pemerintah Desa untuk mendayagunakan segala
potensi ekonomi,
kelembagaan perekonomian, serta potensi sum2ber daya
alam dan sumber
daya manusia dalam rangka meningkatkan kesejahteraan
masyarakat Desa.
BUM Desa secara
spesifik tidak dapat disamakan dengan badan hukum
seperti
perseroan terbatas, CV, atau koperasi. Oleh karena itu, BUM Desa
merupakan suatu
badan usaha bercirikan Desa yang dalam pelaksanaan
kegiatannya di
samping untuk membantu penyelenggaraan Pemerintahan
Desa, juga untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat Desa. BUM Desa juga
dapat
melaksanakan fungsi pelayanan jasa, perdagangan, dan
pengembangan
ekonomi lainnya.
Dalam
meningkatkan sumber pendapatan Desa, BUM Desa dapat
menghimpun
tabungan dalam skala lokal masyarakat Desa, antara lain
melalui
pengelolaan dana bergulir dan simpan pinjam.
BUM Desa dalam
kegiatannya tidak hanya berorientasi pada keuntungan
keuangan, tetapi
juga berorientasi untuk mendukung peningkatan
kesejahteraan
masyarakat Desa.
BUM Desa
diharapkan dapat mengembangkan unit usaha dalam
mendayagunakan
potensi ekonomi. Dalam hal kegiatan usaha dapat berjalan
dan berkembang
dengan baik, sangat dimungkinkan pada saatnya BUM
Desa mengikuti
badan hukum yang telah ditetapkan dalam ketentuan
peraturan
perundang-undangan.
Di samping
ketentuan yang mengatur mengenai kelembagaan ekonomi
desa, maka di
Desa atau Desa Adat atau nama lain, terdapat lembaga
kemasyarakatan
dan lembaga adat, yang berfungsi sebagai wadah
partisipasi
masyarakat Desa dalam pembangunan, pemerintahan,
kemasyarakatan,
dan pemberdayaan yang mengarah bagi terwujudnya
demokratisasi
dan transparansi di tingkat masyarakat dalam pembangunan
masyarakat dan
desanya, serta menciptakan akses agar masyarakat lebih
berperan aktif
dalam kegiatan pembangunan. Selain itu juga diatur
mengenai
Kerjasama antar Desa dan Kerjasama dengan Pihak Ketiga (Pasal
91) Kerja sama
Desa dengan pihak ketiga dilakukan untuk mempercepat dan
meningkatkan
penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan
Pembangunan
Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan
masyarakat
Desa.
BAB II
C.
Penutup
KESIMPULAN
Undang-Undang
Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa telah memberikan ruang
bagi Pemerintah
Desa dalam melakukan Pembangunan Desa dengan sebesarbesarnya
memanfaatkan
Sumber Daya Desa yang ada dengan kewenangan
yang dimilikinya.
Arah Pembangunan Indonesia harus dimulai dari Desa hingga
bisa menjadi
magnet bagi peningkatan pembangunan ekonomi rakyat yang jelas
akan berdampak
pada meningkatnya kesejahteraan rakyat.
SARAN
Makalah ini
dibuat masih banyak kekurangan makan kritik dan saran guna membangun sangat
diharapkan.
DAFTAR
PUSTAKA
http://forumwacana.lk.ipb.ac.id/files/2014/05/Yan-Herizal-Makalah-Seminar-Desa.pdf