Jumat, 04 Desember 2015

undang undang desa




BAB I
Pendahuluan
Ditetapkannya UU tentang Desa Nomor 6 tahun 2014 diharapkan dapat
membawa paradigma baru dalam pembangunan, mampu mengubah cara
pandang pembangunan, bahwa kesejahteraan dan kemakmuran ekonomi tidak
selamanya berada di kota atau perkotaan, tetapi dalam membangun Indonesia
haruslah dimulai dari Desa.
ISI
Desa menjadi bagian terdepan dari upaya gerakan pembangunan yang berasal
dari prakarsa masyarakat, guna mencapai kesejahteraan dan kemakmuran,
sekaligus berkeadilan dan berkesinambungan. Pengaturan tentang Desa didasarkan pada amanat UUD 1945 Pasal 18B
Ayat (2) yang berbunyi “Negara mengakui dan menghormati kesatuankesatuan
masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya
sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat
dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam
undang-undang”. Mengacu kepada rumusan Pasal 18B ayat (2) maka RUU tentang Desa
memberikan pengakuan terhadap kesatuan masyarakat hukum adat sebagai
Desa atau yang disebut dengan nama lain yang telah ada sebelum Negara
Kesatuan Republik Indonesia terbentuk.
Sebagai bukti keberadaanya, Penjelasan Pasal 18 Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (sebelum perubahan) menyebutkan
bahwa “Dalam territori Negara Indonesia terdapat lebih kurang 250
“Zelfbesturende landschappen” dan “Volksgemeenschappen”.
Melalui keberadaan desa yang menjadi bagian dari wilayah Pemerintahan
Daerah Kabupaten/Kota, maka Desa melaksanakan fungsi pemerintahan
dengan mengacu pada ketentuan Pasal 18 ayat (7) bahwa Desa
melaksanakan fungsi pemerintahan, baik berdasarkan kewenangan asli yang
dimiliki oleh Desa, maupun kewenangan yang ditugaskan oleh Pemerintah,
Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten/kota. Dengan demikian, Undang-Undang ini disusun dengan semangat penerapan
amanat konstitusi, yaitu pengaturan masyarakat hukum adat sesuai dengan
ketentuan Pasal 18B ayat (2) dan Pasal 18 ayat (7), dengan konstruksi
menggabungkan fungsi self-governing community dengan local self government,
sedemikian rupa, sehingga landasan konstitusional ini akan menjadi dasar yang
kokoh bagi masa depan desa di Indonesia. Membangun Desa Membangun
Negara. UU Desa ini adalah dalam konteks pengaturan desa azas-asas yang diaktulisasikan, yaitu : rekognisi;
subsidiaritas;
keberagaman;
kebersamaan;
kegotongroyongan;
kekeluargaan;
musyawarah;
demokrasi;
kemandirian;
partisipasi;
kesetaraan;
pemberdayaan; dan
keberlanjutan.
Desa berkedudukan di wilayah kabupaten/kota dan diakui keberadaan Desa
Adat dan Desa. Desa Adat pada prinsipnya merupakan warisan organisasi
kepemerintahan masyarakat lokal yang dipelihara secara turun-temurun yang
tetap diakui dan diperjuangkan oleh pemimpin dan masyarakat Desa Adat agar
dapat berfungsi mengembangkan kesejahteraan dan identitas sosial budaya
lokal. Desa Adat memiliki hak asal usul yang lebih dominan daripada hak asal
usul Desa sejak Desa Adat itu lahir sebagai komunitas asli yang ada di tengah
masyarakat. Desa Adat adalah sebuah kesatuan masyarakat hukum adat yang
secara historis mempunyai batas wilayah dan identitas budaya yang terbentuk
atas dasar teritorial yang berwenang mengatur dan mengurus kepentingan
masyarakat Desa berdasarkan hak asal usul.
Kewenangan Desa meliputi kewenangan di bidang penyelenggaraan Pemerintahan
Desa, pelaksanaan Pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan
pemberdayaan masyarakat Desa berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul,
dan adat istiadat Desa. Kewenangan Desa tersebut meliputi:
a. kewenangan berdasarkan hak asal usul;
b. kewenangan lokal berskala Desa;
c. kewenangan yang ditugaskan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah
Provinsi, atau Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota; dan
d. kewenangan lain yang ditugaskan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah
Provinsi, atau Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
1. Pembangunan Desa
Pembangunan Desa bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat
Desa dan kualitas hidup manusia serta penanggulangan kemiskinan melalui
penyediaan pemenuhan kebutuhan dasar, pembangunan sarana dan
prasarana, pengembangan potensi ekonomi lokal, serta pemanfaatan
sumber daya alam dan lingkungan secara berkelanjutan. Untuk itu, Undang-
Undang ini menggunakan 2 (dua) pendekatan, yaitu ‘Desa membangun’ dan
‘membangun Desa’ yang diintegrasikan dalam perencanaan Pembangunan
Desa. Perencanaan Pembangunan Desa diselenggarakan dengan
mengikutsertakan masyarakat Desa melalui Musyawarah Perencanaan
Pembangunan Desa. Musyawarah Perencanaan Pembangunan Desa
menetapkan prioritas, program, kegiatan, dan kebutuhan Pembangunan
Desa yang didanai oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa, swadaya
masyarakat Desa, dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten/Kota berdasarkan penilaian terhadap kebutuhan masyarakat
Desa. Pembangunan Desa dilaksanakan oleh Pemerintah Desa dan masyarakat
Desa dengan semangat gotong royong serta memanfaatkan kearifan lokal
dan sumber daya alam Desa. Pelaksanaan program sektor yang masuk ke
Desa diinformasikan kepada Pemerintah Desa dan diintegrasikan dengan
rencana Pembangunan Desa. Masyarakat Desa berhak mendapatkan
informasi dan melakukan pemantauan mengenai rencana dan pelaksanaan
Pembangunan Desa.
Sejalan dengan tuntutan dan dinamika pembangunan bangsa, perlu
dilakukan pembangunan Kawasan Perdesaan. Pembangunan Kawasan
Perdesaan merupakan perpaduan pembangunan antar-Desa dalam satu
Kabupaten/Kota sebagai upaya mempercepat dan meningkatkan kualitas
pelayanan, pembangunan, dan pemberdayaan masyarakat Desa di Kawasan
Perdesaan melalui pendekatan pembangunan partisipatif. Oleh karena itu,
rancangan pembangunan Kawasan Perdesaan dibahas bersama oleh
Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota, dan Pemerintah Desa. 2. Keuangan Desa
Salah satu substansi penting yang tertuang dalam UU tentang Desa adalah
pengaturan tentang Keuangan Desa, sebagaimana tertuang dalam Pasal 72
UU Desa, bahwa Desa mempunyai sumber pendapatan yang terdiri dari :
a. pendapatan asli Desa,
b. alokasi anggaran APBN
c. bagi hasil pajak daerah dan retribusi daerah Kabupaten/Kota;
d. alokasi dana desa yang merupakan bagian dari dana perimbangan
keuangan pusat dan daerah yang diterima oleh Kabupaten/Kota,
e. bantuan keuangan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
(APBD) Provinsi dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
Kabupaten/Kota,
f. hibah dan sumbangan yang tidak mengikat dari pihak ketiga, serta
g. Lain-lain pendapatan desa yang sah.
Khusus point b, alokasi anggaran yang berasal dari APBN, bersumber
dari Belanja Pusat dengan mengefektifkan program yang berbasis
Desa secara merata dan berkeadilan, yang didalam Penjelasan Pasal
dijelaskan bahwa besaran alokasi anggaran yang peruntukannya
langsung ke Desa ditentukan 10% (sepuluh perseratus) dari dan di luar
dana Transfer Daerah (on top) secara bertahap. Anggaran tersebut
dihitung berdasarkan jumlah Desa dan dialokasikan dengan memperhatikan
jumlah penduduk, angka kemiskinan, luas wilayah, dan tingkat kesulitan
geografis dalam rangka meningkatkan kesejahteraan dan pemerataan
pembangunan Desa.
Bagi kabupaten/kota yang tidak memberikan alokasi dana desa tersebut,
pemerintah dapat melakukan penundaan dan/atau pemotongan sebesar
alokasi dana perimbangan setelah dikurangi Dana Alokasi Khusus yang
seharusnya disalurkan ke Desa.
Pengaturan tentang keuangan Desa dalam UU Desa jelas telah memberikan
ruang yang sangat besar terhadap upaya peningkatan pembangunan
ekonomi desa guna mencapai peningkatan kesejahteraan rakyat. Tantangan
yang muncul justru dari pengelola keuangan yang menuntut pengelolaan
keuangan yang memiliki akuntabilitas dan transparansi agar dukungan
keuangan dari Pemerintah Ini dapat meningkatkan sektor ekonomi dalam
pembangunan Desa.

3. Badan Usaha Milik Desa
Selanjutnya, UU tentang Desa mengatur mengenai Badan Usaha Milik Desa,
(Pasal 87) yaitu badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya
dimiliki oleh Desa melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari
kekayaan Desa yang dipisahkan guna mengelola aset, jasa pelayanan, dan
usaha lainnya untuk sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat Desa.
BUM Desa dibentuk oleh Pemerintah Desa untuk mendayagunakan segala
potensi ekonomi, kelembagaan perekonomian, serta potensi sum2ber daya
alam dan sumber daya manusia dalam rangka meningkatkan kesejahteraan
masyarakat Desa.
BUM Desa secara spesifik tidak dapat disamakan dengan badan hukum
seperti perseroan terbatas, CV, atau koperasi. Oleh karena itu, BUM Desa
merupakan suatu badan usaha bercirikan Desa yang dalam pelaksanaan
kegiatannya di samping untuk membantu penyelenggaraan Pemerintahan
Desa, juga untuk memenuhi kebutuhan masyarakat Desa. BUM Desa juga
dapat melaksanakan fungsi pelayanan jasa, perdagangan, dan
pengembangan ekonomi lainnya.
Dalam meningkatkan sumber pendapatan Desa, BUM Desa dapat
menghimpun tabungan dalam skala lokal masyarakat Desa, antara lain
melalui pengelolaan dana bergulir dan simpan pinjam.
BUM Desa dalam kegiatannya tidak hanya berorientasi pada keuntungan
keuangan, tetapi juga berorientasi untuk mendukung peningkatan
kesejahteraan masyarakat Desa.
BUM Desa diharapkan dapat mengembangkan unit usaha dalam
mendayagunakan potensi ekonomi. Dalam hal kegiatan usaha dapat berjalan
dan berkembang dengan baik, sangat dimungkinkan pada saatnya BUM
Desa mengikuti badan hukum yang telah ditetapkan dalam ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Di samping ketentuan yang mengatur mengenai kelembagaan ekonomi
desa, maka di Desa atau Desa Adat atau nama lain, terdapat lembaga
kemasyarakatan dan lembaga adat, yang berfungsi sebagai wadah
partisipasi masyarakat Desa dalam pembangunan, pemerintahan,
kemasyarakatan, dan pemberdayaan yang mengarah bagi terwujudnya
demokratisasi dan transparansi di tingkat masyarakat dalam pembangunan
masyarakat dan desanya, serta menciptakan akses agar masyarakat lebih
berperan aktif dalam kegiatan pembangunan. Selain itu juga diatur
mengenai Kerjasama antar Desa dan Kerjasama dengan Pihak Ketiga (Pasal
91) Kerja sama Desa dengan pihak ketiga dilakukan untuk mempercepat dan
meningkatkan penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan
Pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan
masyarakat Desa.                                                 





                                                                      BAB II
C. Penutup
KESIMPULAN
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa telah memberikan ruang
bagi Pemerintah Desa dalam melakukan Pembangunan Desa dengan sebesarbesarnya
memanfaatkan Sumber Daya Desa yang ada dengan kewenangan
yang dimilikinya. Arah Pembangunan Indonesia harus dimulai dari Desa hingga
bisa menjadi magnet bagi peningkatan pembangunan ekonomi rakyat yang jelas
akan berdampak pada meningkatnya kesejahteraan rakyat.
SARAN
Makalah ini dibuat masih banyak kekurangan makan kritik dan saran guna membangun sangat diharapkan.


                                                           DAFTAR PUSTAKA
http://forumwacana.lk.ipb.ac.id/files/2014/05/Yan-Herizal-Makalah-Seminar-Desa.pdf

undang undang desa